November 6, 2024

Jangan Jadikan Negeriku Ini Pasar Impor PLTS

literaturcorner.com Jakarta, Ahmad Fachrudin selaku Ketua Cabang PMII Jakarta Barat, mengungkapkan kepada awak media bahwa Pemerintah Indonesia berkomitmen penuh dalam menerapkan Nationally Determined Contribution (NDC) diatur di dalam pasal 16 tahun 2016 tertuang dalam Paris Agreement sekaligus berusaha mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).

Indonesia menargetkan energi terbarukan bisa tercapai 23% di tahun 2025, dan pada hari ini baru mencapai 13,55% per april 2021. Dalam upaya mendorong percepatan energi baru dan terbarukan, pemerintah menyiapkan berbagai strategi salah satunya menempatkan matahari sebagai tulang punggung penghasil listrik ramah lingkungan.

Baca Juga : PPKM Ini Harus Dihentikan

“Kita ketahui bersama potensi energi surya di Indonesia cukup besar yakni sekitar 4.8 KWh/m2 atau setara dengan 112.000 GWp, namun yang dapat dimanfaatkan baru sekitar 10 MWp. Target kapasitas PLTS terpasang hingga tahun 2025  sebesar 0.87 GW atau sekitar 50 MWp/tahun.” tutur fachrudin kepada salah satu media, Ahad (29/08/2021).

Ia menegaskan hal yang harus digaris bawahi adalah proses dari hulu sampai hilir kita harus paham dari regulasi sampai implementasi sudah benar-benar selesai.

Kita pahami bersama regulasi payung hukum Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang penggunaan sistem PLTS Atap oleh pelanggan PT PLN (Persero) serta Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2019 tentang kapasitas pembangkit tenaga listrik untuk kepentingan sendiri berdasar izin operasi, dan Permen ESDM Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan kedua Permen ESDM 49/2019 tentang biaya kapasitas untuk pelanggan industri.

Jika mengutip perkataan,Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa. Modul solar panel buatan dalam negeri lebih mahal 40% dibandingkan modul solar panel impor.

“Jika modul domestik, harga rata-rata US$ 28 sen hingga US$ 30 sen per watt pick. Sedangkan kalau impor produk tiruan dari luar negeri bisa US$ 20 sen per watt pick, bahkan bisa US$ 16 sen hingga US$ 18 sen per watt pick kalau skala besar,” tegas fachrudin.

“Sudah barang tentu seharusnya pemerintah selain merumuskan regulasi harus membangun sinergitas dengan seluruh komponen pendukung agar penangan dari hulu sampai ke hilir transformasi energi hijau panel surya ini dapat direalisasikan secara baik, jika kembali pada kutipan diatas sudah jelas bahwa pemerintah pada hari ini tidak berpihak dan sudah kehilangan ruh jati dirinya sebagai upaya mendukung karya anak negeri. Dikarena pemerintah saja tidak mendukung produk dalam negeri,  hal ini dapat menjadi salah satu permasalahan dalam transformasi energi baru terbaharukan (EBT).” pungkasnya.

Penulis : Misbachul Awalludin