April 26, 2024

Pembangkang (Part II)

Mimpinya buruk tadi malam. Entah itu seperti kutukan atau bukan. Sulit dijelaskan. Seperti sebelumnya, mimpi itu masuk akal di dunianya dan raib kemasukakalannya di buana ini.

Jam sepertiga malam di pelataran balai, ia duduk memeluk kedua kakinya dan tampaklah pelukan itu semacam benteng pelindung dadanya. Matanya menatap kosong ke depan. Rupanya ia tengah gelisah. Macam apa jadinya kalau Augusto Boulevar ~sang master mimpi terkutuk~ mengambil tubuhnya, ingatannya, dan pikirannya tentang mimpi itu lantas menjadikannya kenyataan?

Setiap malam Boulevar datang kepada pemimpi buruk, memancing mimpi-mimpi itu keluar dari benak, lalu membuat mimpi itu menjadi kenyataan selama beberapa menit.

“Tidak mungkin. Tidak mungkin Boulevar menghadapku malam ini. Lagian mimpi itu bukan kehendakku. Itu kehendak Tuhan. Seharusnya Boulevar datang ke Tuhan, bukan saya,” ujarnya.

Ia sekarang sudah yakin, manusia cuma budak Tuhan. Semua dosa Tuhan selalu dibebankan kepada manusia. Bayangkan saja, semua kehidupan, kejahatan, kebaikan, peristiwa, dan aktivitas manusia sudah diatur oleh Tuhan. Kadang itu yang mereka sebut kebebasan. Padahal, itu tak lebih dari seekor babi dengan leher terikat ganal penjaga kincir angin.

Tatapan kosongnya tersendat. Saatnya untuk tidur. Ia tampak gemetar melihat lamat-lamat ranjangnya. Di mana sebenarnya sumber ketakutan itu. “Bukan kehidupan yang membunuhku. Bukan mimpi yang membunuhku. Juga bukan. Ketakutan itu adalah pemikiran dalam hati, seperti luka yang melahap tubuh,” pikirnya.

“Baiklah. Kalaupun iblis Boulevar datang, tidak ada salahnya mengajaknya beromong-omong.” Ia ingin memahami posisi Boulevar. Mungkin saja menjadi master mimpi terkutuk adalah kutukannya. Semuanya pasti ada alasan. Hidup juga butuh alasan. Alasan kenapa musti hidup. Benda hidup, benda mati, hal yang tak ada, seseorang, dan ambisi adalah amunisi untuk sebuah alasan. Kalaupun tidak ada di antaranya, paling tidak untuk diri sendiri.

Tubuhnya sudah terlentang di ranjang. Yang harus ia lakukan saat ini hanyalah menutup mata dan tenggelam dalam tidurnya. Ia sudah menyimpan ketakutannya pada Boulevar. Rasanya aneh kalau semua ketakutan itu disimpan. Maka ia sisihkan dalam dirinya agar ketakutan itu tetap ada walau sejumput.
~Bersambung~