June 8, 2023

Rahayu

Kehidupan manusia sudah lebih maju; maju dari kerumitan.

Cuaca hari ini tengah mendung. Pertanda hujan akan datang, namun belum tentu. Apalagi cuaca di wilayah perkotaan yang masih labil. Kadang di sini hujan, beberapa meter lagi cerah. Mendung tak melulu pertanda hujan, bisa jadi pertanda datangnya kegelisahan baru, lagi. Bagi Rahayu, cuaca mendung, cerah, panas, badai salju, badai api atau apapun itu bukanlah perkara pelik jika pada akhirnya semua kehidupan umat manusia akan hancur. Toh semua yang ada diadakan buat tidak ada.

Ia adalah mahasiswi akhir yang berada di fase antara hidup dan setengah mati. Di sinilah saat-saat paling sensitif dalam kehidupan Rahayu. No motivation, no ambition. Pemikiran kompleksnya tentang kehidupan membuatnya sulit menjalankan kehidupannya. Ia terlalu naif dan sulit membedakan mana benar mana salah. Mana normal mana anomali. Mana hina mana terhormat. Mana baik mana jahat.

Bagi manusia overthinking sepertinya, semua itu bukanlah sebuah ketidakwarasan yang normal. Justru ketidakwarasan adalah kewarasan yang hakiki, kadang juga sebaliknya. Dan sebaliknya, di sebaliknya lagi. Begitu seterusnya. Bukankah begitu cara kerja kehidupan sekarang ini?

Sebagai contoh, teman Rahayu selalu cerita tentang penderitaan dan kepedihan hidupnya hingga membuatnya tidak nyaman bercerita balik tentang kepedihannya sendiri.

Contoh tersebut mungkin hal biasa. Penderitaan tetaplah penderitaan bukan kebahagiaan. Namun sebenarnya bagi Rahayu itu adalah hal klise. Seolah temannya memamerkan penderitaannya dan merasa dialah yang paling menderita. Rahayu sangat yakin, temannya merasa bahagia menceritakan penderitaannya lebih besar ketimbang dirinya. Dengan kata lain, ia sebenarnya bahagia bukan menderita; mana bahagia mana derita? Sekali lagi, Rahayu memang begitu.

Pemikirannya sering dianggap rumit padahal sebenarnya sederhana. Layaknya ketika lapar ya makan. Ketika haus ya minum. Nyatanya, kehidupan tidak sesederhana itu di abad ini. Ketika lapar, seseorang harus mencari uang untuk membeli makanan. Kegiatan mencari uang sudah beragam, mulai dari menawarkan jasa, mengamen, menjaga pintu toilet, mencuri, membunuh, menjaga motor, hingga menjual ginjal. Urusan makan sudah serumit itu. Begitu juga dengan yang lain. Kehidupan manusia sudah lebih maju; maju dari kerumitan.

Smartphone Rahayu berdering. Ia menerima pesan dari Kaprodi dan memintanya menghubungi dosen ini untuk urusan perkuliahannya.

Pesan Rahayu hanya dibaca saat mengirim teks ke dosen yang diminta Kaprodi. Tidak ada jawaban. Apa ada yang salah dalam penyampaian teks Rahayu? Apa salam pembukanya salah? Salam penutupnya? Atau bahasanya terlalu lancang? Terlalu formal? Ada typo? Atau ada singkatan? Padahal sudah ada kalimat untuk memberikan jawaban. Balas iya atau tidak.

Sudah satu hari belum ada balasan juga. Cuma dibaca.

Kehidupan Rahayu sudah rumit ditambah keruwetan baru lagi oleh dosen yang hanya butuh tiga sampai lima detik dalam hidupnya untuk membalas iya atau tidak.

Entah kenapa semua orang dalam kehidupan Rahayu berlagak seperti dia satu-satunya orang yang akan membawa perubahan baik bagi kehidupan umat manusia ini. Padahal hanya seorang perusak. Setidaknya perusak bagi hati Rahayu yang overdosis.

.
.
.
.
.
.
.