April 19, 2024

Seseorang yang Menyalahkan Tuhan

Seseorang menangis padaku, hatinya tak karuan, beban yang sangat berat terlihat, ia terpukul. Sangat terpukul. Kubiarkan ia menangis sejadi-jadinya. Hingga ia merasa puas. Sesekali dalam tangisnya ia terdiam menelisik. Sedetik kemudian ia berteriak-teriak. Aku terperanga dibuatnya, “Tuhan, kau dimana, Tuhan? Kau lihat aku, kan? Apa yang kau lakukan padaku? Aku tak tahan dengan semua ini, semua ini begitu menyakitkan! Aku lelah, Tuhan. Aku capek. Sungguh. Kenapa kau lakukan ini semua kepadaku? Aku ingin bahagia, Tuhan! Jawab aku! Aku butuh kamu! Kamu dimana???!!!!!”

Air mata itu kembali mengalir deras. Isakannya semakin kencang terdengar. Begitu pilu. Hatiku ikut hancur. Ia benar-benar putus asa. Dengan lembut, aku mencoba untuk mengatakannya dengan sangat hati-hati; berusaha supaya hatinya kembali dingin. “Dik, dalam sebuah kesalahan, tanpa sadar kita selalu menyalahkan orang lain. Kita selalu merasa bahwa diri kitalah yang paling benar. Padahal kau tau sendiri, kau sudah pernah belajar pastinya, bahwa segala sesuatunya itu tergantung pada diri kita sendiri. Aku tau kau sakit, aku merasakannya.”

Ia terdiam, kembali menelisik. “Jangan pernah menyalahkan Allah lagi, percayalah bahwa setelah hujan akan ada pelangi,” ia paham maksud kata yang kuungkapkan. Kemudian ia hapus air matanya dan kembali ia sunggingkan senyum manisnya. Lalu ia berkata, “terima kasih Allah, kau telah menciptakan orang ini di kehidupanku, aku janji, aku akan jadi orang kebanggaan. Aku akan buktikan bahwa aku itu kuat, aku itu nggak lemah. Kan kubuktikan bahwa aku bisa jadi yang terbaik, terima kasih”.

Kupeluk ia erat. Kubilang, “bahagialah, karna jika kau bahagia berarti kau mensyukuri nikmat-Nya, jika kau bersyukur atas nikmat-Nya maka nikmatmu akan Allah tambahkan.” —-bersambung.

.

.

.

Noviaturrohmah; Mahasiswi UNUSIA Jakarta.