April 24, 2024

Pancasila Sebagai Pedoman Pemimpin Muda

literaturcorner.com, Celomet – Generasi milenial yang nantinya akan menjadi tolak ukur utama dalam mencapai Indonesia Emas 2045. Menurut teori William Staraus dan Neil Howe yang menyatakan bahwa generasi Y adalah generasi dengan umur di antaranya 18-36 tahun dimana dalam usia ini merupakan usia produktif yang menajdi tonggak utama penentu masa depan bangsa Indonesia.

Kebijakan dan kebaikan bukan menjadi tolak ukur terakhir dalam menentukan finishing keputusan. Kesadaran bangsa kita masih dibawah rata-rata, naik turunnya kepercayaan pada kenyataan masih sangat kita ragukan. Berlandaskan pada Pancasila sebagai Dasar Negara dan berpandangan hidup dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita sebagai generasi milenial harus lebih memahami nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Mari kita aplikasikan dalam bentuk budi pekerti dalam lingkungan keseharian. Tapi, kalau kita lihat sendiri dari realitas sekarang memang masih banyak sekali yang menjadi ‘PR’ bagi Pemerintah dan apalagi generasi milenial dalam mengaplikasikan dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Nilai-nilai yang terkandung sejak dulu menjadi akar dalam karakter bangsa kita, kini mulai tertelan dengan kemajuan teknologi, mulai dari saling bergotong-royong, nilai solidaritas, dan nilai cinta tanah air.

Keberagaman nilai dalam pancasila merupakan modal dasar pendidikan berkarakter. Disamping itu, Pancasila menjadi pedoman praktis relasi sosial, melalui pendidikan pancasila kita dapat didekonstruksi menjadi bahan yang menarik untuk dipelajari, pancasila sendiri bisa menjadi basis utama dalam pendidikan karekter yang khas Indonesia, dengan fokus keberagamaan, toleransi, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Mari kita kembali kepada makna sesungguhnya dari Pancasila. Kita semua harus menginternalisasikan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari agar nilai tersebut tidak mudah dilupakan dan ditelan oleh zaman begitu saja. Sebab Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia, karakter dan nilai-nilai bangsa Indonesai sudah terbukti sampai saat ini. Eksistensi pancasila tetap terjaga dengan baik, sila dari Pancasila juga tidak dapat dilaksanakan dengan terpisah, karena pancasila merupakan satu kesatuan yang utuh dan sangat saling berkaitan.

Dalam sila yang sering kita sebut saat upacara hari senin, memiliki butir- butir penting dimana setiap butir menekankan atau mengharuskan rakyat Indonesia untuk melaksanakan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Generasi kita harus mempunyai pondasi kuat dan kokoh terhadap nilai Pancasila, maka dengan begitu dibutuhkan pemahaman mengenai Ideologi Pancasila. Disamping itu semua nilai yang sudah kita pelajari akan menjadi hal penting dalam mempersiapkan generasi millenial untuk menjadi Pemimpin di masa depan. Apalagi millenial yang lebih responsif dalam menangani dan melihat kenyataan sekarang ini.

Saya berpendapat penuh bahwa sebagai manusia yang masih mencari kedaulatan dari para Pemerintah, harus lebih berani lagi melawan, artinya melawan bukan dalam bentuk fisik atau yang lainnya, melainkan menyampaikan pendapat, aspirasi, harapan melalui sebuah media sosial. Bukan malah kita sebagai eksekutor penyebaran hoaks, yang sekarang sudah merajalela.

Sebagai Agent Of Change, saya berkpikir bahwa bangsa kita yang sudah hampir tujuh puluh tahun lebih merdeka. Tapi masih banyak hal besar yang menjadi polemik di Indonesia dan sampai sekarang masih belum terselesaikan. Namun polemik atau masalah besar itu nyatanya tidak kunjung menemui titik terang. Mulai dari Korupsi, Ekonomi, Terorisme dan lain sebagainya. Para pakar dan ahli telah banyak mengupas dan mempersoalkan masalah itu dengan sudut pandang yang beragam. Dengan begitu, kuasai berbagai sudut pandang terhadap kompleksitas kehidupan ini.

Dengan begitulah, dunia Revolusioner Industri 4.0: manfaatkan dengan sebaik mungkin, keunggulan di bidang teknologi sering membuat kita lupa dan lalai bahwa masih banyak masyarakat di bawah belum bisa merasakan semua itu. Dan kita sebagai eksekutor bisa menjadi subjek percontohan.

Menurut pernyataan Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) “Pelajaran terpenting bagi calon pemimpin adalah kesanggupan menjadi rakyat. Barangsiapa sanggup menjadi rakyat yang baik, itulah pemimpin yang baik. Maksudnya, sikap mental seorang pemimpin haruslah sikap mental kerakyatan.”

Artinya kebaikan kita sekarang akan menjadi tolak ukur untuk kedepannya, bagaimana tutur kata kita, bagaimana sopan santun kita sekarang, bagaimana cara kita menghargai pendapat orang lain?, semua itu yang menjadi value tersendiri bagi orang lain yang akan menilai jati diri kita. Dengan kebaikan itulah nantinya akan timbul sikap “Kerakyatan” yang berlatarbelakang pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Menularkan rasa optimis, bersama pemerintah kita harus bisa keluar dari situasi apapun dengan cara mendukung semua program yang sudah dijalankan, apalagi kita semua yang sering dipanggil sebagai agent penyambung lidah masyarakat.

Dengan demikian, harusnya peran andil para pemuda yang akan menjadi garda terdepan, yang paham akan jeritan masyarakat awam haruslah lebih diasah lagi dalam menyuarakan daya pemikiran intelektual untuk lebih menyerap aspirasi. Setelah itu, semuanya harus kita tampung dalam suatu wadah dengan tujuan keresahan-keresahan yang sekarang terjadi itu bisa lebih diperhatikan lagi oleh pemerintah. Peran di sini yang seharusnya dilaksanakan oleh Agent of Change yaitu, perubahan itu sendiri dalam menerapkan sikap kepekaan pada konteks pemikiran-pemikiran pemimpin kita sekarang. Dengan memanfaatkan dunia teknologi yang sudah 4.0 sebaik mungkin.

Perkembangan zaman yang cepat membawa berbagai perubahan dalam segala aspek kehidupan. Untuk mencapai perubahan itu semua, kita sebagai generasi milenial tidak hanya harus mampu beradaptasi, tetapi juga bergerak dan kontribusi menciptkan perubahan, daya kreasi menjadi penting dalam berinovasi sebagai agen perubahan.
.
.
.
Oleh: M. Khabib al-Fatach F. (Presiden Mahasiswa Unusia Jakarta)