November 6, 2024

Merayakan Maulid Nabi SAW. Artinya Menghargai Kemanusiaan.

Manusia yang menghadapi situasi penderitaan dan kebencian terus menerus memiliki beberapa potensi reaksi alamiah seperti pasrah, lalu membiarkan dirinya dikendalikan oleh kebencian dan penderitaan. Atau reaksi mengendalikan penderitaan dan kebencian itu lalu mengakui dan mencintainya sebagai kebencian itu sendiri seperti yang dilakukan Nabi SAW ini.

Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di kalangan umat islam Indonesia adalah hal yang istimewa bukan karena menjadi hari libur nasional tetapi karena sudah mendarah daging. Secara bahasa, kata Maulid berasal dari bahasa Arab yakni Walada-Yalidu-Wiladan, yang berarti kelahiran atau istilah modernnya ulang tahun.
Tanggal pasti kelahiran Nabi SAW. secara historis tidak diketahui. Beberapa ahli sejarah bahkan berpendapat lain bahwa tanggal kelahiran Nabi SAW. itu pada 9 Rabi’ul Awal bukan 12 Rabi’ul Awal.

Munculnya tradisi Maulid ini tak lepas dari berbagai pendapat sejarah awal kemunculannya. Ada beberapa versi sejarah awal mula diadakannya tradisi Maulid ini. Pertama, pada masa dinasti Fathimiyyah di Mesir (341 H) oleh khalifah Muiz li Dinillah walaupun setelahnya sempat dilarang oleh khalifah Al-Afdhal bin Amir al-Juyusy, kemudian dihidupkan kembali perayaan Maulid pada masa khalifah Amir li Ahkamillah (524 H).

Kedua, pada masa khalifah Mudhaffar Abu Said (630 H). Awalnya, Muhaffar mengadakan Maulid sebagai strategi dalam menghadapi ancaman Jengiz Khan (Temujin). Temujin adalah raja Mongol yang terkenal dengan kekejaman dan kebengisannya. Ia sangat berambisi ingin menguasai dunia. Dengan strategi Maulid, akhirnya khalifah Mudhaffar mendapatkan kembali semangat heroisme Muslimin saat itu dan menjadi benteng pertahanan Islam.

Ketiga, masa kekhalifahan Sultan Salahuddin al-Ayyubi. Beberapa pendapat mengatakan bahwa Salahuddin lah yang pertama kali melakukan perayaan Maulid Nabi SAW. dengan tujuan membangun semangat dan ghirah keislaman serta berjuang membela Islam pada waktu perang salib.

Dari pendapat-pendapat soal sejarah awal mula perayaan Maulid di atas, ada juga beberapa ahli yang mengatakan bahwa Maulid adalah bid’ah (sesuatu yang baru), bukan bid’ah terlarang tetapi bid’ah hasanah.

Di Indonesia, tradisi dan bentuk perayaan Maulid ini sangat beragam. Mulai dari tradisi Walima (Gorontalo), Weh-wehan (Kendal), Grebeg Maulid (Solo), Nyiram Gong (Cirebon), Masak Kuah Beulangong (Aceh) dan lain-lain.

Namun, terlepas dari semua pendapat dan bentuk perayaan itu, sebenarnya yang dirayakan apa, sih? Apakah yang dirayakan adalah perayaan itu sendiri? Atau hanya sekadar penghibur dari keheningan aktivitas manusia? Kemudian relevansi Maulid dengan masa sekarang apa?

Bagi umat Islam, tentu sangat erat dengan sejarah bagaimana proses kelahiran Nabi SAW. dengan segala macam cerita-cerita aneh luar nalar dan luar biasa yang mengiringinya. Semisal, langit cerah dan bercahaya, api-api sesembahan kaum Majusi padam, hancurnya pasukan gajah, tiang-tiang istana Raja Qisra Romawi roboh, dan berhala-berhala di pelataran Ka’bah retak, dan runtuhnya beberapa gereja di sekitar Buhairah setelah ambles ke tanah.

Kejadian-kejadian yang diromantisasi itu menjadi santapan hangat bagi anak-anak muslim tanpa proses dialektis. Kalaupun ada, akan dipatahkan dengan argumen sentimen oleh beberapa guru. Saya bukan tidak takjub atau tidak memercayai kejadian-kejadian yang saat ini bagi muslim dipercayai sebagai mukjizat Nabi SAW. Bisa jadi kejadian-kejadian itu adalah produk cocoklogi dari orang-orang yang ingin Nabi SAW. dipandang sebagai manusia ajaib atau super. Atau mungkin ada beberapa segelintir mereka mungkin yang punya kepentingan lain. Kita yang tidak tahu kebenarannya hanya punya dua opsi, mempercayai atau terus mencari kebenarannya, karena bagaimanapun sejarah adalah milik para penguasa.

Satu hal yang pasti, Nabi Muhammad SAW. adalah manusia biasa dengan pemikiran dan ajaran yang dianutnya. Sebagaimana yang kita ketahui, Mekkah adalah kota tempat tinggal Nabi SAW. Saat itu, sebelum Islam (Pra-Islam), Mekkah adalah kota yang terkenal di negeri Arab. Kota ini adalah jalur perdagangan antar Yaman di selatan dan Syria di Utara. Tengah-tengah kota terdapat Ka’bah yang menjadi pusat keagamaan Arab, di dalamnya terdapat 360 berhala yang mengelilingi berhala utama Hubal dan menjadi tempat ziarah. Selain itu, Ka’bah adalah tempat yang disucikan dan banyak dikunjungi oleh penganut-penganut agama asli Mekkah dan orang-orang Yahudi di sekitarnya.

Untuk melindungi para peziarah, dibentuklah sebuah pemerintahan yang awalnya berada di tangan dua suku, yakni Jurhum (pemegang kekuasaan politik) dan Ismail (keturunan Nabi Ibrahim) kemudian berpindah ke berbagai suku lainnya sampai pada suku Quraisy.

Namun, siapa sangka dari pembedaan suku, dan golongan ini adalah salah satu percikan awal terjadinya peperangan dan kebencian serta ambisi dalam penguasaan wilayah. Peperangan antar klan sering terjadi. Perang sudah mendarah daging bagi orang Arab waktu itu. Tentu saja situasi perang yang berkepanjangan ini terus terjadi hingga lahirnya Muhammad dan ajaran Islamnya.

Sebagai manusia biasa yang dari kecil sudah menderita; kehilangan bapak, ibu, kemudian kakeknya yang penyayang. Beliau sudah menyelami penderitaan. Melihat kondisi sosialnya yang penuh kebencian, dengan penuh kesadaran akan penderitaan dan kebencian yang terus menggerus hidupnya, Nabi SAW. tergerak hatinya untuk mengakhiri semua penderitaan dan kebencian manusia waktu itu atau dalam istilah Islam kesadaran semacam ini dianggap sebagai Wahyu.

Secara kemanusiaan, manusia yang menghadapi situasi penderitaan dan kebencian terus menerus memiliki beberapa potensi reaksi alamiah seperti pasrah, lalu membiarkan dirinya dikendalikan oleh kebencian dan penderitaan. Atau reaksi mengendalikan penderitaan dan kebencian itu lalu mengakui dan mencintainya sebagai kebencian itu sendiri seperti yang dilakukan Nabi SAW ini.

Kita manusia tidak tahu apa yang dilalui oleh Nabi SAW. penerusnya hanya melihat kehebatan dan pengaruh luar biasanya terhadap peradaban umat Islam dan manusia. Melalui Piagam Madinah, Nabi SAW. memperkenalkan konsep bermasyarakat dan bernegara yang sangat humanis dan bijaksana yakni berwawasan, transparansi, partisipasi, adanya konsep kebebasan, serta tanggung jawab sosial politik secara bersama.

Saya pikir ajaran Nabi SAW yang paling relevan di zaman ini dan seterusnya adalah soal kemanusiaan. Menghargai kemanusiaan, bukan hanya sekadar kata-kata lewat spanduk dan pamflet semata tetapi dirasakan, direnungi, dan terus dipelajari.

Untuk itulah, di momen Maulid ini, sebaiknya kita sebagai manusia mengupgrade, reisnstall, lahir kembali sisi kesadaran kita sebagai manusia yang menghargai manusia lain, baik itu jalan hidup mereka, pendapat, dan identitas-identitas lainnya. Hal itu bisa kita lakukan mulai dari menghargai mereka yang memperingati Maulid Nabi SAW. hanya mentok menyebarkan pamflet dan spanduk saja.

Tidak masalah.

.
.
.
.
Referensi:
Farid, E. K. (2016). Substansi Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW (Tinjauan Historis dan Tradisi di Indonesia). ejurnal.inzah.ac.id, 01-02.
Harbani, R. I. (2022, Januari 12). Detikpedia. Retrieved from detik.com: https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5893849/kisah-kelahiran-nabi-muhammad-saw-lengkap-hadapi-kehilangan-3-kali/2
Hardiantoro, A. (2022, 07 10). Ragam Tradisi Maulid Nabi di Indonesia. Retrieved from kompas.com: https://www.kompas.com/tren/read/2022/10/07/143000965/ragam-tradisi-maulid-nabi-di-indonesia?page=all
Kastolani. (2021, Oktober 19). Hikmah. Retrieved from inews.id: https://www.inews.id/lifestyle/muslim/peristiwa-luar-biasa-menjelang-kelahiran-nabi-muhammad-saw/2
Nima, N. (2018). Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. di Masyarakat Pattani, Thailand Selatan. Makassar: UIN Alauddin Makassar.
Yamin, M. (2017). Peradaban Islam pada Masa Nabi Muhammad SAW . Ihya al-Arabiyah: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Arab, 108-110.