June 8, 2023

Menumbuhkan Kesadaran Pada Generasi Milenial dalam Berpandangan Terhadap Islam dan Indonesia di Era Industri 4.0

literaturcorner.com – Dunia dan agama tidak bisa dilepaskan begitu saja, kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia tidak akan lepas dari peran dan perjuangan para kiai, ulama zaman dahulu. Mengedepankan nilai ‘Habluminannas’ (Hubungan antara manusia dan manusia) Jiwa raga yang masih kotor ini bisa kita perbaiki melalui suatu hubungan yang baik dengan sesama manusia. Keterbaikan menjadi manusia yang baik tidak akan lepas dari cinta pada Allah SWT. Dengan adanya cinta rasa kasih dan sayang akan bersatu dalam menemukan satu kesatuan yakni kebaikan.

Di dalam buku yang berjudul ” Metode Menjemput Cinta, Al-Ghazali” disitu dijelaskan bahwasanya “Seorang pecinta tidak terlepas dari rasa takut. Seorang yang takut tidaklah terlepas dari cinta. Namun, orang betul-betul dikuasai oleh rasa cinta sehingga ia pun merasa lapang dengan rasa cinta tersebut dan tidak ada rasa takut.Semoga kau selalu menemukan rasa cinta pada kenyataan ini.

Di samping itu ada hal penting juga yang harus kita pelajari yakni ‘Habluminalalam’ (Hubungan manusia dengan alam) satu kesatuan yang tidak akan bisa kita lepaskan begitu saja. Alam sebagai rumah kita yang harus kita rawat sebaik mungkin. Hubbul Wathan Minal Iman (Mencintai Negara sebagian dari Iman) Melalui kecintaan tanah kelahiran. Persatuan antara orang beriman semakin kuat, karena mereka juga terikat oleh ikatan tanah kelahiran.

Saya sendiri sebagai Warga Nahdhiyin pastinya tidak akan pernah absen di acara-acara besar NU, yakni menyanyikan Yaa Lal Wathan. Lagu yang merupakan ciptaan KH Wahab Hasbullah yang sudah berkumandang sejak tahun 1934. Begitu besarnya nilai cinta pada tanah air kita. Di dalam Islam sendiri, untuk mencegah terjadinya pemahaman dan implementasi yang ngawur terhadap suatu prinsip yang bersifat umum dan fleksibel, umumnya dibingkai dalam acuan yang jelas, yaitu syariat.

Sebab dari situlah masih ada problematika yang masih banyak harus kita bahas dan kita selesaikan sebagai generasi milenial. Saya pernah mendengarkan acara yang diselenggarakan oleh salah satu TV Nasional. Ada salah satu narasumber yakni Savic Ali direktur Nu Online, yang menyampaikan argumennya menurut saya sendiri, sebagai generasi milenial sangatlah setuju, Nilai – nilai Ekstrimisme sudah menyebar di generasi remaja. Di Indonesia sendiri ada tindakan terorisme yang merupakan ekspresi dari Ekstrimisme yang indikasinya masih kuat. Kalau kita lihat dari kasus terakhir di Surabaya dan kasus Wiranto itu merupakan sebuah kejahatan orang – orang yang tidak pernah kita bayangkan, tapi itu terjadi.

Dan lebih parahnya lagi, di media sosial kita mudah sekali menemukan narasi-narasi yang isinya ungkapan-ungkapan ekstrimisme itu sendiri, mulai dari membid’ahkan mengkafirkan. Dan mari kita berupaya agar nilai ekstrimisme seperti ini tidak menyebar begitu saja dikalangan generasi remaja. Sebab kalau nilai seperti itu sudah dipegang oleh banyak kalangan, kita akan mempunyai masalah besar. Penanganan masalah ekstrimisme maupun radikalisme di Indonesia harus melibatkan semua pihak dan lembaga Negara, untuk penanganan maupun pencegahan
Sebagai generasi milenial yang lebih responsive dalam menangani dan melihat kenyataan sekarang ini.

Saya berpendapat penuh bahwa mari kita sebagai manusia yang masih mencari kedaulatan dari para Pemerintah. Kita harus lebih berani lagi melawan, artinya melawan bukan dalam bentuk fisik atau yang lainnya. Melainkan menyampaikan pendapat, aspirasi, harapan melalui sebuah media sosial. Bukan malah kita sebagai eksekutor penyebaran hoaks, yang sekarang sudah merajalela. Sebagai Agent Of Change, saya berkfikir bahwa bangsa kita yang sudah hampir tujuh puluh tahun lebih merdeka. Tapi masih banyak hal besar yang menjadi polemik di Indonesia dan sampai sekarang masih belum terselesaikan. Namun polemik atau masalah besar itu nyatanya tidak kunjung menemui titik terang. Mulai dari Korupsi, Ekonomi, Terorisme dan lain sebagainya. Para pakar dan ahli telah banyak mengupas dan mempersoalkan masalah itu dengan sudut pandang yang beragam. Dengan begitu mari kita kuasai berbagai sudut pandang yang terhadap kompleksitas kehidupan ini.

Dengan begitulah, dunia Revolusioner Industri 4.0, mari kita manfaatkan dengan sebaik mungkin, keunggulan dibidang teknologi sering membuat kita lupa dan lalai bahwa masih banyak masyarakat dibawah masih belum bisa merasakan semua itu. Dan kita sebagai eksekutor 4.0 bisa menjadi subjek percontohan.
Kebijakan dan kebaikan bukan menjadi tolak ukur terakhir dalam menentukan finishing keputusan. Kesadaran bangsa kita masih dibawah rata-rata, naik turunnya kepercayaan pada kenyataan masih sangat kita ragukan. Terkadang Berbicara ‘A’ dengan keyakinan yang kuat. Begitu berganti hari keyakinan akan objek ‘A’ sendiri hilang ditelan kebodohannya sendiri.

Sudah menjadi pelajaran peradaban modern dunia bahwa kesenjangan antara atas dan bawah serta antara pusat dengan pinggiran ini menimbulkan problem dan kecemasan yang serius, Saling cuek satu sama lain, akan menimbulkan banyak problem yang timbul dan sulit untuk dihilangkan. Seharusnya pihak Pemerintah harus lebih responsive lagi, mengawasi, melihat situasi rakyat sekarang. Tidak hanya melakukan hal – hal yang baru ada kejadian besar ditindak-lanjuti, melainkan sekecil apapun problem harus kita kawal terus sampai penyelesaian itu kita temukan. Tidak hanya menyangkut kelayakan ekonomi, tetapi juga ketertindasan sosial politik dan sosial budaya.

Bahwa pendidikan kita hanya berorientasi pada hukum dan ekonomi. Tidak berorientasi pada “Hukum Alam” Bagaimana menata sebaik – baiknya kesejahteraan bangsa ini dan juga tidak berorientasi “agama” saja, melainkan bagaimana meletakkan semua ilmu agama dan perilaku sosial ini dalam pengabdian kepada Allah. Keseluruhan mekanisme kependidikan kita lebih sukses sebagai alat menyusahkan, dan merugikan orang lain. Dibanding sebagai alat untuk kita memuliakan dan menyejahterakan kehidupan masyarakat secara lebih menyeluruh.

(Baca Juga Kurangnya Kepekaan Memilih Berita yang Berdampak Pada Kerusakan Pemikiran Masyarakat)