June 10, 2023

Kita Masih Hidup di Bumi bukan di Planet

literaturcorner.com – “Janganlah membenci orang hanya karena kamu mendengar ada yang menjelek-jelekkannya.” Salah satu kutipan KH. Mustofa Bisri atau yang biasa dipanggil Gus Mus.

Ketidaktahuan kita pada hal baru terkadang malah membuat diri kita menjadi orang yang ‘sok tau’ dalam kata lain, (sebelum kita telusuri asal muasalnya kita sudah tau hal tersebut). Sudah wajar saja jika orang berkata-kata tapi tidak tau apa maksud dari kata tersebut, contohnya saja “aku cinta kamu.” Kata yang hampir setiap hari kita dengar dari temen kita sendiri, tapi tidak tau apa makna dari ‘cinta’ itu sendiri. Seakan-akan kata tersebut cuma dibuat bahan pemanis saja, biar kalimatnya kelihatan indah.

Makanya saya sangat setuju dengan apa yang dikatakan gus mus di atas; menilai sifat seorang hanya dengan mendengar dari orang lain. Menurut saya sendiri hal yang sangat “bodoh” sekali. Mendengar saja tanpa melihat sama saja kita ceramah di depan umum tapi tidak ada penontonnya, melihat sudah tentu kita mengetahui sendiri watak, mimik, sifat yang kita hadapi, ohhh orang ini sifatnya baik hati meskipun ada maunya doang, heeeemz.

Jadi, udah nyata-nyata diri kita sendiri yang menilainya. Kalau cuma kita ‘mendengar’ dari temen sendiri lalu kita percaya begitu saja, kalau si A sifatnya begini kepada si B, rasanya diri kita malah cuma dibuat alat penerima curhatan saja dari temen sendiri, lama-lama jadi tempat menampung pendengaran. Dan lebih bagusnya lagi dalam menyaring kenyataan ini kita melihat terlebih dulu baru mendengar.

Sebagai generasi muda yang masih ingin menikmati duniawi, setidaknya kita belajar dari sebuah realitas yang sebenarnya sudah tidak patut lagi kita contoh, tapi bagaimana lagi kita sekarang hidup di dunia bukan di planet. Benar sekali apa yang pernah dikatakan oleh Bj. Habibie, “cinta sejati itu memandang kelemahan, lalu dijadikan kelebihan untuk saling mencintai.” Kalau kita sendiri lebih mementingkan hasrat nafsu saja, yang dilihat hanya kesempurnaan dan keindahan saja tanpa melihat kekurangan dan kelemahannya.

Dengan begitu, tidak kaget kalau ada dua insan yang saling bercumbu tapi dalam jangka waktu yang sebentar. Artinya cuma menjadi bahan pemuas saja bukan untuk selamanya. Menyadari dari esensi kehidupan yang tak sekedar hidup, tapi juga menebarkan kasih sayang pada siapapun, bukan malah menilai seenaknya sendiri. Lebih baik diam dari pada menyatakan apa yang sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan.

Terkadang kebaikan juga sering membawa kita pada pandangan yang jelas. Artinya bukan berarti apa yang selalu kita kerjakan dengan baik menurut orang lain. Kejelekan juga sering timbul karena kita terlalu sering melakukan kebaikan, bukan begitu?

Mari kita semua mencoba untuk mencapai sebuah keberuntungan yang utuh dengan landasan kuat yakni ‘percaya’. Kebanyakan orang terlalu percaya, malah timbul ‘kebodohan’. Artinya, kepercayaan kita tidak berdasarkan bukti dan kunci dari realitas yang ada. Jadinya, semuanya hanya menjadi yang biasa – biasa saja.

Percaya bahwa sebuah proses tidaklah mudah. Percaya bahwa mendekat adalah salah satu kekuatan utama dalam mencapainya. Percayalah bahwa semuanya ini adalah hanyalah mimpi. Hmmmmm