March 29, 2023

KETIKA DEMOKRASI HANYA SEBUAH SELOGAN

literaturcorner.com Kondisi politik Indonesia saat ini di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi nampaknya juga seperti membangkitkan suatu konsep Demokrasi Terpimpin. Kita dbisa menyebutnya dengan bangkitnya Demokrasi Terpimpin. Jika dahulu sentral kekuasaan ada pada figur seorang Soekarno namun sangat jauh ada sedikit perombakan pada saat ini, yaitu kekuatan di kuasai oleh oligarkhi yang berada di belakang Jokowi. Jokowi adalah figur lemah yang dikuatkan oleh barisan oligarkhi dan oligarkhi itu yang hakekatnya mengatur negara.

Bagaimana tidak, Usulan penundaan Pemilumasih senter digulirkan, bahkan sampai ada yang deklarasi dengan alasan “rakyat masih menghendaki Jokowi melanjutkan kepemimpinan. Bahkan, ada yang meminta diperpanjang tiga periode,” patut di pertanyakan itu dari rakyat yang mana? Atau hanya dari segelintir orang saja?
Padahal pembicaraan pemilu ini berkaitan langsung dengan norma konstitusi sebagaimana diatur dalam UUD 45. Pertama, Pemilu adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang Dasar (Pasal 1 ayat 2). Pemilu dilaksanakan sekali dalam lima tahun. Pemilu itu untuk memilih anggota DPR dan DPD untuk membentuk MPR (Pasal 2 ayat 1). Secara spesifik Pasal 22E UUD 45 secara imperatif menyatakan bahwa pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden serta DPRD dilaksanakan setiap lima tahun sekali.

Padahal Undang-undang Dasar (UUD) ditempatkan sebagai peraturan tertinggi dalam kehidupan bernegara merupakan pencerminan pelaksanaan negara hukum atau rechstaat disebut juga dengan rule of law. Unsur rechsstaat yang pada umumnya dimuat dalam Undang undang Dasar (UUD) meliputi hak-hak manusia,pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak,pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan dan peradilan administrasi dalam perselisihan. Sedangkan unsur rule of law yang hampir sama posisinya dengan rechtstaat meliputi supremasi aturan-aturan hukum,kedudukan yang sama menghadapi hukum dan terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang.

Baca Juga : Mapaba lll Rayon PMII Teknik UNUSIA Jakarta, Menciptakan Generasi Baru sebagai ajang Berproses Bersama dan Berkaderisasi di PMII Selamanya – Process Together, PMII Forever

Aturan hukum tertinggi dalam sebuah negara adalah konstitusi atau Undang-undang Dasar (UUD). Karena konstitusi di dalamnya mengatur mengenai pembatasan kekuasaan. Karena itu pula, konstitusi menjadi sangat penting untuk menjamin hak-hak asasi warga negara sehingga tidak terjadinya perlakuan yang sewenang wenang dari pemerintah yang kekuasaannya yang dibatasi. Selain itu di dalam negara hukum terdapat aturan aturan hukum sebagai penjabaran UUD yang melindungi hak asasi warga negara. Salah satu hak asasi warga negara yang harus dilindungi yaitu hak setiap individu untuk mengeluarkan pendapat,baik secara lisan maupun secara tertulis. Jaminan hak mengeluarkan pendapat merupakan manifestasi kehidupan demokrasi.

Mungkin saat ini, teriakan kata “Demokrasi” itu formalnya saja. Padahal secara de facto Presiden bersama oligarkhi yang berkuasa dan memimpin. Partai Politik dengan disain koalisi menjadi terkooptasi oleh Istana. Bagai kerbau yang dicocok hidungnya. Kemauan Raja yang bisa dikondisikan dengan biaya. Partai yang masih berhadapan diobrak abrik. PKS dibelah, Demokrat di goyang. Kudeta Moeldoko adalah permainan kotor dari cermin keserakahan oligarkhi. Tidak memberi ruang bagi kedaulatan, semua ingin dikuasai. DPR dengan kemewahannya telah kehilangan kekuatan dan menjadi lembaga tukang stempel. Check and balance hanya sekedar slogon yang menggelitik.

Sekarang apa yang harus kita lakukan oleh pemuda? Seperti puisi ini “Kami ini bukanlah pembangun candi kami hanyalah pengangkut bebatuan Kami adalah angkatan yang musti punah Agar tumbuh generasi yang lebih sempurna di atas kuburan kami”(Henriëtte Roland Holst). puisi Roland Holst ini sedikit banyaknya merefleksikan kiprah dan kesucian hati para ksatria yang telah mendahului kita. Dan perlu rasanya sebagai pemuda untuk merefleksikan gerakan kita dan kontribusi kita terhadap masyrakat.

Ini mengimplikasikan bahwa kita harus selalu siaga untuk melibatkan diri, dan bukannya bersikap acuh tak acuh, tatkala ada sesama warga negara yang menjadi korban ketidakadilan atau tindakan diskriminatif, ketika suatu peraturan perundang-undangan yang reaksioner dipersiapkan atau disahkan, atau ketika pasal-pasal konstitusi dilecehkan.

Sebagai penutup tulisan ini saya kutipkan di sini untuk dicamkan oleh kaum muda: “Your Country Needs You” –Negeri Membutuhkan Anda.

Oleh : Rajab Ahirullah