October 14, 2024

Kesunahan dalam Berwudu

Alquran memuat berbagai informasi yang dibutuhkan oleh manusia, baik berupa hukum, jawaban atas pertanyaan, teknologi, sains, cerita motivasi, dan lain-lain.

Alquran memuat berbagai informasi yang dibutuhkan oleh manusia, baik berupa hukum, jawaban atas pertanyaan, teknologi, sains, cerita motivasi, dan lain-lain.

literaturcorner.com – Wudu dihukumi sunah oleh para ulama, tetapi wudu bisa menjadi wajib ketika akan melaksanakan ibadah fardu yang mensyaratkan suci dari hadas kecil. Di dalam Alquran dijelaskan bahwa ketika seseorang hendak melaksanakan salat, maka hendaklah ia (berwudu, dengan cara) membasuh wajah, membasuh kedua tangan sampai kedua siku, kemudian mengusap sebagian kepala, dan membasuh kedua kaki sampai mata kaki.
Hal ini tertuang dalam QS Al-maidah: 6

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ…

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki…

Selain dalil di atas yang bersumber dari Alquran, terdapat pula dalil mengenai wudu yang terdapat dalam kitab Fathul Bari, Syarah Shahih Bukhari Nomor 159

حَدَّثَنَا أَبُو اليَمَانِ، قَالَ: أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عَطَاءُ بْنُ يَزِيدَ، عَنْ حُمْرَانَ، مَوْلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ دَعَا بِوَضُوءٍ، فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ مِنْ إِنَائِهِ، فَغَسَلَهُمَا ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِي الوَضُوءِ، ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا وَيَدَيْهِ إِلَى المِرْفَقَيْنِ ثَلاَثًا، ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ، ثُمَّ غَسَلَ كُلَّ رِجْلٍ ثَلاَثًا، ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا، وَقَالَ: «مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ، غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman berkata, telah mengabarkan kepada kami Syu’aib dari Az Zuhri berkata, telah mengabarkan kepadaku ‘Atha’ bin Yazid dari Humran mantan budak ‘Utsman bin ‘Affan, bahwa ia melihat ‘Utsman bin ‘Affan minta untuk diambilkan air wudu. Ia lalu menuang bejana itu pada kedua tangannya, lalu ia basuh kedua tangannya tersebut hingga tiga kali. Kemudian ia memasukkan tangan kanannya ke dalam air wudunya, kemudian berkumur, memasukkan air ke dalam hidung dan mengeluarkannya. Kemudian membasuh mukanya tiga kali, membasuh kedua lengannya hingga siku tiga kali, mengusap kepalanya lalu membasuh setiap kakinya tiga kali. Setelah itu ia berkata, “Aku telah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berwudu seperti wuduku ini, beliau lalu bersabda: “Barangsiapa berwudu seperti wuduku ini, kemudian dia shalat dua rakaat dan tidak berbicara antara keduanya, maka Allah mengampuni dosanya yang telah lalu.”

Hadis tersebut bercerita tentang pembantunya Utsman ibn Affan yang melihat Utsman ibn Affan meminta untuk diambilkan air wudu. Hadis tersebut dapat dipahami bahwa wudu bisa ditambah dengan amalan-amalan sunnah yang lain, asalkan hal tersebut berdasar pada amaliyah nabi pada masa lalu. Alquran menjelaskan bagaimana tata cara wudu secara garis besar, tetapi dalam hadis terdapat beberapa tambahan yang tidak ada di dalam Alquran. Lalu bagaimana hal ini bisa terjadi?.

Rasulullah adalah penerima wahyu Allah berupa Alquran. Seperti yang kita tahu bahwa Alquran memuat berbagai informasi yang dibutuhkan oleh manusia, baik berupa hukum, jawaban atas pertanyaan, teknologi, sains, cerita motivasi, dan lain-lain. Informasi-informasi yang termuat dalam Alquran bersifat global, sehingga membutuhkan penafsiran untuk menjelaskan maksud Allah yang tertuang dalam kitab-Nya.

Dalam kitab Sahih Bukhari li ibn Bathal, dijelaskan bahwa Ibn Qashar berkata “ulama berbeda pendapat dalam istilah berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung menurut empat pandangan (madzhab)”, yaitu:
Rabi’ah, al Laits, Imam Malik, Alauza’i, dan Imam Syafi’i: kedua hal tersebut (berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung) merupakan kesunahan dalam berwudu, begitu juga dalam mandi jinabat secara keseluruhan (wudu).

Ishaq dan ibn Abi Laili : Sesungguhnya keduanya merupakan sebuah kewajiban dalam bersuci, baik berwudu maupun mandi janabat. Al Tsauri, Imam Abu Hanifah dan para sahabatnya (pengikut madzhab Hanafi): Wajib keduanya ( berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung) ketika mandi besar, tetapi keduanya tidak wajib ketika wudu. Ini merupakan pendapat Ishaq dan Hamad ibn Abi Sulaiman
Imam Ahmad bin Hanbal dan ibn Tsaur: Memasukkan air ke dalam hidung adalah hal yang wajib, baik dalam mandi junub maupun wudu, tetapi berkumur merupakan hal yang sunah dikerjakan dalam kedua hal tersebut.

Lebih lanjut, Imam ibn Bathal lebih setuju dengan pendapat yang pertama, yaitu berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung tidak menjadi sebuah perkara fardu dalam wudu. Hal ini merujuk pada QS Almaidah ayat 6 di atas, yaitu Allah tidak menyebutkan tatacara wudu kecuali membasuh muka dan tangan sampai dengan siku, dan mengusap kepala dan membasuh kaki sampai dengan kedua mata kaki.

Oleh sebab itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa hal tersebut tidak wajib, karena sesuatu yang tidak diwajibkan Allah Swt, Nabi, dan tidak menjadi sebuah kesepakatan dari para ulama maka hal tersebut tidak menjadi sebuah kewajiban.

Selain menjelaskan tentang kesunahan dalam berkumur dan memasukkan air dalam hidung, hadis tersebut juga menjelaskan beberapa kesunahan lain, seperti mengulang gerakan tiga kali, mencuci tangan ketika sebelum berwudu, dan melaksanakan sholat dua rakaat setelah berwudu.

Pada kajian Sanad, hadis ini dinilai sebagai hadis sahih. Secara umum, periwayat dari hadis ini merupakan orang-orang yang tsiqqah. Selain itu, tidak ada penilaian buruk tentang mereka yang disampaikan oleh ahli hadis yang lain. Analisis singkat yang dilakukan penulis menunjukkan bahwa semua periwayat yang ada dalam hadis ini adalah baik dan tidak ada yang memiliki kecacatan. Sehingga hadis ini digolongkan ke dalam hadis sahih.

Berikut adalah data singkat mengenai para periwayat.
Utsman bin Affan: Beliau merupakan golongan sahabat. Dalam kajian ilmu sanad, semua sahabat dianggap sebagai orang yang adil. Beliau hidup di Madinah, setelah sebelumnya ikut berhijrah bersama Rasulullah dari Makkah menuju Madinah dan wafat tahun 35 H.

Humran; nama lengkapnya adalah Humran ibn Abban “maula utsman”. Beliau hidup di Bashrah dan meninggal tahun 76 H. Menurut penilaian Aldzahabi, beliau merupakan orang yang tsiqqah dan Imam ibn Hajar sendiri menjelaskan tentang beliau dalam kitab Altsiqat.

Atha’ ibn Yazid: Beliau memiliki nama kunya Abu Muhammad. Beliau merupakan Tabi’in golongan pertengahan dan wafat pada tahun 107 H. Dalam masa hidupnya, beliau tinggal di Madinah. Menurut penilaian ibnu Hajar, Atha’ ibn Yazid adalah periwayat yang tsiqqah.

Alzuhairi: Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Muslim ibn ‘Ubaidillah ibn ‘Abdullah Ibn Syihab. Beliau merupakan golongan Tabi’in pertengahan. Beliau hidup di Madinah dan wafat tahun 124 H. Menurut penilaian ibn Hajar, beliau merupakan orang yang Faqih Hafidz Mutqin.

Syu’aib: Nama lengkapnya adalah Syu’aib ibn Abi Hamzah Dinar. Beliau hidup di Syam dan wafat tahun 162 H. Beliau memiliki nama Kunyah abu Bisyir. Dalam penilaian Ibn Hajar, beliau dinilai sebagai orang yang tsiqqah ahli ibadah. Dalam penilaian yang lain, yakni penilaian Yahya ibn Ma’in, Al‘ajli, dan Annasa’i menilai bahwa ia merupakan orang yang tsiqqah.

Abul Yaman: Nama lengkapnya dalah Alhakam ibn Nafi’. Beliau hidup di Syam dan wafat tahun 222 H. Menurut Yahya ibn Ma’in, beliau merupakan periwayat yang tsiqqah.

Terakhir, dalam kajian fiqh dan ushul fiqh, wudu dihukumi sebagai sesuatu yang hukumnya sunah, tetapi wudu bisa menjadi wajib apabila wudu menjadi syarat dari ibadah yang mewajibkan suci dari hadas kecil, seperti contoh dalam kasus salat. Rasulullah swt mengajarkan berwudu dengan membasuh tangan, berkumur, memasukkan air ke hidung, membasuh muka, membasuh tangan sampai siku, dan membasuh kaki hingga mata kaki yang semuanya diulang tiga kali. Untuk salat 2 rakaat yang dilakukan setelah berwudu tidak dicontohkan oleh Rasulullah saw melainkan oleh Bilal bin Rabah yang hukumnya sunah untuk dilakukan.
.
.
.
.
.
Penulis: Ahmad Al Anwari (Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga)
Referensi:
Alasqalani, ibnu Hajar. 1379. Fathul Bari. Beirut: Darul Ma’rifat
Ibnu Bathal abu Alhasan Ali ibn Khalf ibn Abdul Malik. 2003. Syarh Shahih Albukhari li ibn Bathal. Riyadh: Maktabah Alrusyd